Preview laga big match
“Manchester City vs Barcelona”
Demam liga
champion akan kembali menggeru para penikmat sepakbola seantero jagat. Tepat
pada 19 Februari 2014 dini hari WIB, salah satu laga besar akan tersuguhkan
disana. Adalah Etihad stadium yang akan menjadi arena paling bingar oleh tingginya
atensi yang tersedot di sana. Duel hebat yang mempertemukan Manchester City
dengan Barcelona terasa terlalu dini tercipta, bagaimana tidak? Ini adalah laga
yang sepatutnya tersaji di partai puncak pesta turnamen liga champion yang
menjadi ajang tim-tim terbaik eropa tempat bersaing untuk membuktikan diri sebagai
yang terkuat di benua biru. Barcelona telah menghegemoni eropa dengan permainan
indah serta rengkuhan berbagai trofi dalam rentetan tahun belakangan ini,
sementara Manchester City adalah kekuatan baru yang siapa pun akan sepakat
untuk menyebut mereka sebagai the new
monster bila menilik materi pemain yang mereka miliki, serta gaya bermain
yang selama ini mereka tontonkan. Terlalu prematur memang, mengingat partai
tersebut baru fase perdelapan final. Akan tetapi partai-partai semacam ini
bukan pertama kali terjadi, bahkan sudah menjadi kejutan tahunan yang mana dua
klub elit sudah saling gebuk jauh hari sebelum turnamen mencapai puncak.
Bagi City,
ini adalah langkah bersejarah, mengingat mereka sama sekali tidak memiliki
reputasi yang mentereng di pentas sepak bola eropa sekelas liga champion.
Kendatipun selama beberapa tahun belakangan mereka telah menjelma dari klub semenjana
menjadi raksasa di tanah inggris, akan tetapi mereka dua kali gagal lolos dari
kualifikasi grup di dua musim sebelumnya. Pencopotan pelatih Roberto Mancini
dan digantikan oleh Manuel Pallegrini ternyata memberi dampak nyata, City
berangsur-angsur semakin kuat, solid dan yang paling menonjol adalah gaya
permainan meraka yang semakin ofensif dan impresif dengan koleksi gol paling produktif di antara semua klub premier
league. Perjumpaan mereka dengan el barca
akan menjadi rintangan sekaligus tantangan bagi mereka yang selama ini
digadang-gadang akan menjadi kekuatan yang paling dominan di inggris. Sementara
bagi Barcelona, city bisa menjadi aral bahkan batu sandungan bilamana mereka
tak memperhitungkan potensi besar yang tersembunyi di balik nama-nama besar
seperti Sergio Aguero, David Silva, Negredo, Jesus Navas, Yaya Toure dan
lainnya. Bicara reputasi? Untuk saat ini barca
tidak ada duanya, mereka telah menorehkan tinta emas dengan
pencapaian-pencapaian sensasional. Dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun
terakhir, pasukan Catalan telah menggapai supremasi tertinggi di persepakbolaan
eropa, penilaian itu bukan semata dari banyaknya trofi yang berhasil mereka
rengkuh, melainkan juga cara mereka melakukan itu semua. Selama ini Barcelona
telah menjadi kiblat sekaligus parameter bagi seluruh klub eropa dan dunia, sebuah
role models paling ideal bagi kesebelasan manapun yang hendak memainkan
sepakbola. Dunia dibuat tertegun sekaligus kagum dengan pola permainan khas
umpan-umpan pendek serta pergerakan kolektif yang terintegrasi dengan rapi.
Penunjukkan Gerardo Martino menggantikan Tito Vilanova terbukti tak mengubah
pola baku yang selama ini menjadi skema dasar dan landasan permainan Xavi
Hernandez dkk. Barca masih tetap
seperti barca tahun-tahun sebelumnya,
tidak banyak yang bergeser, identitas mereka yang akrab kita jumpai lewat
aksi-aksi akrobatik tetap melekat di tengah-tengah permainan mereka. Skill
individu yang kerap membuat lawan kelimpungan masih tetap menjadi mata pisau
yang selalu bisa melukai lawan-lawan mereka.
Laga
Manchester City versus Barcelona bukan ajang bagi siapapun untuk membuktikan siapa
yang terbesar di eropa, lantaran barca
sudah membuktikan diri, sementara city baru memulai. Namun apa pun itu, liga
champion bukanlah turnamen bergilir, liga champion adalah arena tempat dimana
semua klub eropa berjuang dan mempertaruhkan segala yang mereka miliki demi
sebuah gengsi, tanpa peduli sudah berapa kali mereka atau lawan mereka menjadi
jawara di turnamen tersebut. Dari sinilah atmosfer panas akan ketatnya
kompetisi ini muncul dan selalu menyertai perjalanan turnamen ini dari tahun ke
tahun.
Secara
teknis kedua kubu relatif seimbang, sama-sama memiliki kedalaman skuad. City
punya pemain-pemain yang dapat menjadi pembeda, pun dengan Barca. Kemungkinan absennya Samir Nasri di pihak City serta Neymar
di pihak Barca yang dihantam cedera tak
menyurutkan daya gempur kedua tim. Aguero, Silva, Negredo serta Jenus Navas
akan menjadi mesin serangan city, di tengah terdapat duet kuat antara Toure dan
Fernandinho yang saling melengkapi
, baik dalam menyuplai bola dan menumpu serangan, maupun
dalam melapisi pertahanan. Di jantung pertahanan, Vincent Kompany akan menjadi
komando sekaligus palang pintu berduet dengan Demichelis atau Joleon Lescott.
Sedangkan di kubu barca masih seperti biasa, hampir seluruh pemain yang mereka
miliki adalah individu-individu dengan kemapuan hebat. Cederanya Neymar tak
menggerus kekuatan anak-anak catalan. Alexis sanchez, Pedro, Fabregas, Iniesta,
dan tentu saja Messi akan memperagakan kebiasaan-kebiasaan mereka selama ini
sebagai barisan penggedor tembok pertahanan lawan. Barcelona masih mempercayakan
peran dirigen permaian pada sosok Xavi, juga gelandang perisai yang alot
ditembus di sektor tengah serta lihai mengakomodasi serangan, yaitu Sergio
busquets. Di lini belakang Gerard pique yang berduet dengan bek belia Marc
Bartra siap menangkis gempuran serangan lawan.
Ini adalah
duel level atas yang lebih mengedepankan aspek taktik. meski kedua tim praktis
belum pernah bertemu dalam turnamen resmi, namun itu bukan berarti kedua tim
tidak saling mengenali masing-masing kekuatan. Barcelona akan datang ke Etihad
dengan kekuatan penuh, menyuguhkan permainan menyerang dengan kolektifitas
serta determinasi tinggi yang menjadi karakter mereka. Sektor tengah yang
dihuni Xavi, Busquets dan Iniesta akan berusaha mendominasi bola, lalu mengintimidasi
lawan dengan umpan-umpan menusuk ke jantung pertahanan lawan. Namun kali ini
mereka tidak akan dapat secara leluasa mengontrol penguasaan bola sekaligus
mengendalikan tempo permainan, sebab City memiliki dua gelandang tangguh, yaitu
Yaya Toure dan Fernandinho yang memiliki kemampuan merusak sentral permainan
pasukan catalan. Ini akan menjadi laga spesial bagi Yaya Toure, ia akan bereuni
dengan mantan kolega-koleganya. Toure sempat beberapa musim membela klub
Catalan tersebut dan turut sukses bersama mereka. Sektor tengah akan menjadi
zona vital bagi kedua tim untuk bukan saja mendominasi permainan dan
mengalirkan bola, melainkan juga penting bagi meredam setiap gempuran serangan
lawan, sehingga ada keharusan bagi City maupun Barcelona untuk menguasai sektor
ini. Apabila City sanggup lebih banyak menduduki lini tengah, maka mereka akan
lebih bisa mengoptimalkan daya serang mereka yang selama ini bertumpu pada diri
David silva. Absennya Nasri tentu sedikit mengurangi kreativitas, mengingat
selama ini gelandang prancis tersebut telah menjadi nafas serangan tim biru
langit diberbagai pertandingan. Namun City masih punya Jesus navas, tipikal
gelandang peluncur yang rajin menyisir sisi tepi lapangan dan cepat menyusup
masuk lalu merobek jantung pertahanan lawan dari sisi kanan. Belum lagi
comeback-nya Sergio Aguero pasca cedera yang bisa menghadirkan kemelut di depan
gawang lawan jika Barcelona memberi sedikit saja ruang kepada pemain ini.
Manuel Pallegrini kemungkinan akan menurunkan Alvaro Negredo untuk bertandem
bersama Aguero, dan sejauh ini duet kedua pemain tersebut membuahkan hasil
bagus dengan torehan banyak gol di semua kompotisi. Di sisi lain bilamana
Barcelona berhasil mengontrol lini tengahmaka apa yang terjadi akan seperti
yang jutaan orang saksikan selama ini. Mereka akan mengurung lawan, membuat
lawan tertekan, mengintimidasi para bek lawan dengan manuver-manuver berbahaya
hingga akhirnya lawan membuat kesalahan dan mengukum mereka. Ciri khas
Barcelona adalah mendominasi bola, lalu mengembangkan permainan dengan pola
pagar berjalan ke depan mendekati area pertahanan lawan. Mereka terbiasa
melakukan itu, para gelandang diberi keleluasaan dalam menentukan rencana,
mereka dilengkapi oleh dua win back yang memiliki etos tinggi mendaki kedua
sisi tepi lapangan guna mendongkrak laju gerak para penyerang. Dani alves serta
Jordi alba kerap membuat frustasi lawan dengan cara menyusup masuk dari lapis
terluar garis pertahanan lawan. Umpan-umpan pendek yang diperagakan anak-anak
catalan tak hanya menjadi bumbu penyedap akan indahnya aksi-aksi brilian el barca, namun lebih berfungsi sebagai
stabilisator yang amat berperan dalam menata, menjaga dan mempertahankan
posisi, penguasaan bola dan meredam pergerakan pemain-pemain lawan. Ini belum
cukup, mengingat mereka masih memiliki senjata mematikan bernama Lionel Messi,
sosok fenomenal yang telah membukukan banyak rekor bersejarah. Tatkala Xavi,
iniesta serta busquets merajai zona central lini tengah, maka Messi akan
dimanjakan dengan umpan2 akurat yang membuat lawan harus berjuang hidup mati
mengamankan gawang. Manchester City berkewajiban untuk menjaga konsentrasi
selama 2 X 45 menit, bila tidak maka mereka akan menderita, sebab Barca
terbukti tetap garang meski mereka tanpa Messi.
Terlepas
hasil akhir yang akan dicapai kedua tim, ini adalah sebuah laga besar dengan
intensitas tinggi, menyita animo para penikmat sepakbola di seluruh dunia. Para
penggila sepakbola akan disuguhkan suatu sirkus seni olahraga, dimanjakan oleh
aksi-aksi berskill menawan dan dibuat tegang terpaku oleh sengitnya duel adu
kekuatan kedua tim. Sebuah laga yang begitu dinantikan.
________________________________________________________________________________
Apakah “diving”
merupakan bumbu penyedap sepakbola, atau kanker dalam sepakbola?
Secara terminologi, istilah “diving” berasal dari kata “dive”
(English yang berarti menyelam).
Istilah ini mengemuka sebagai bentuk konotasi terhadap maraknya tindakan
berpura-pura yang dilakukan oleh para pemain selama pertandingan berlangsung.
Ya, tindakan menjatuhkan diri dengan tujuan memperoleh kompensasi dari pihak
wasit itulah istilah “diving” menyeruak. Sebuah fenomena yang bisa dibilang
baru dalam sepakbola modern. Diving adalah
tindakan rekayasa dengan memanipulasi suatu insiden supaya memperoleh keuntungan
dan menjadikan tim lawan sebagai pihak yang dirugikan. Suatu cara yang konon
dianggap licik untuk meraih keuntungan bahkan keuntungan yang berujung dengan
kemenangan. Hingga kini polemik perihal “diving” masih kerap menghiasi
serangkaian pertandingan yang memicu kontroversi.
Benarkah aksi diving adalah trik licik? Fakta menunjukkan
bahwa tidak ada satu pun tim sepakbola yang tak memiliki pemain yang tak pernah
berusaha melalukan intrik tersebut. Mulai dari yang paling kasar, menjatuhkan
diri secara bodoh hingga yang paling halus, berupa usaha mendramatisir situasi.
Mulai yang paling umum dengan cara menjatuhkan diri di kotak penalti dengan
harapan mendapatkan tendangan penalti sampai yang paling ekstrem, pura-pura
sakit parah sehingga punya kesempatan mengulur-ulur waktu ketika timnya dalam
keadaan unggul. Lalu mengapa mereka pihak-pihak klub dan federasi sepakbola
nasional bersikap begitu naïf? Dengan selalu mengumpat ketika klub atau timnas
mereka merasa dirugikan oleh aksi diving
yang berujung pada kekalahan. Mulai dari pelatih, direktur hingga petinggi klub
dan pengurus federasi menuding oknum yang disinyalir sebagai diver. Mungkin
meraka tidak berkaca, bahwa di intern timnya ada beberapa pemain yang juga
pernah melalukan hal serupa, tak paduli dimana dan dalam kompotisi level apa.
Sikap naïf ini tak hanya diperlihatkan oleh para profesional, melainkan juga
para suporter hingga fans. Manakala timnya dirugikan secara dramatis oleh
pelanggaran yang sengaja dimanipulasi, mereka mencaci maki tim lawan dan
menghujat habis-habisan wasit yang memimpin pertandingan. Akan tetapi di waktu
tim kesayangannya diuntungkan oleh insiden serupa, mereka membuang ingatan
seolah tak pernah terjadi apa-apa.
Apakah penulis menganggap aksi “diving” sebagai sesuatu yang
lumrah? Dari ulasan sederhana di atas dapat ditarik sebuah hipotesa,
bahwasannya tindakan “diving” adalah sebuah fenomena dalam sepakbola yang
secara umum telah mendarah daging dalam olahraga ini. Hanya saja secara
subyektif belum dapat diterima sebagai bagian dari sepakbola. Mulai dari pemain
dengan dengan kemampuan pas-pasan hingga mega bintang, hampir semuanya pernah
berupaya melakukan tindakan “diving”.
Bukankah “diving” mencederai sportifitas? Betul! Secara moral
ini adalah penyakit yang telah cukup lama menggerogoti keadilan dalam
pertandingan, sekaligus merusak nilai-nilai keolahragaan. Apapun alasannya
tindakan tipu muslihat tak dapat diterapkan disemua cabang olah raga. Apakah
kanker bernama “diving” ini dapat diberantas? Dengan kata lain apakah kita
pantas berharap akan datangnya sebuah era dimana sepakbola benar-benar terbebas
dari insiden yang dimanipulasi ini? Kalau dapat lantas siapa yang layak
memegang kewenangan sebagai eksekutor pemberantasan segala bentuk tindakan
“diving”? ingat! Sesama koruptor tak akan membuat paraturan yang justru
menjatuhkan pihak koruptor. Jadi jangan berharap pada pemain, pelatih, atau
direktur klub akan dapat melenyapkan penyakit ini! Bagaimana dengan komite
wasit atau komite disiplin? Perlu dicatat! Bahwa sepakbola bukanlah pengadilan,
dimana oknum dinyatakan bersalah atau tidak dapat ditentukan oleh saksi serta
bukti. Para penegak hukum memiliki durasi waktu tertentu untuk mencari dan
mengusut suatu kasus. Bagaimana dengan wasit? Apakah wasit harus berlari dari
tengah lapangan ke tepi garis tempat offisial pertandingan bertugas untuk
melihat tayangan ulang untuk memperoleh kepastian mengenai momen yang baru saja
terjadi di lapangan? Dan sesudah itu baru mengambil suatu keputusan? Semua
insiden dalam permainan sepakbola bersifat momentum dan respon pengadil dalam
hal ini wasit bersifat spontan. Bukan berarti penulis menganggap wasit hanya
reaktor dan impuls yang mengambil keputusan tanpa bukti memadahi, akan tetapi
fakta tak terbantahkan bahwasannya wasit adalah manusia yang secara subyektif
kerap keliru bahkan menyimpang dari fakta yang sesungguhnya. Acapkali kita
menyaksikan kelalaian wasit dan hakim garis dalam memutuskan apakah pemain
dalam posisi offside/onside. Dan momentum semacam itu tak dapat dianulir.
Sampai disini dapat diambil suatu konklusi, bahwa apapun keputusan wasit
terlepas benar atau salah, sangat mempengaruhi jalannya pertandingan.
Interpretasi wasit tidaklah obyektif mengingat terbatasnya indera penglihatan
dan tak selalu sempurnanya posisi wasit disaat sebuah insiden terjadi. Wasit
juga manusia!
Sekilas dari penjabaran di atas, kita sudah memperoleh
gambaran mengenai interpretasi sang pengadil yang subyektif, ini juga berlaku
sama dalam menyikapi sebuah insiden yang berbau “diving”. Tidak ada parameter
baku yang dijadikan acuan bagi wasit untuk menentukan “diving atau tidaknya”
suatu insiden. Semua keputusan yang diambil wasit didasarkan pada pengamatan
serta pertimbangan logika wasit yang bersifat subyektif, parahnya di saat yang
sama, wasit dituntut untuk segera mengambil keputusan di tengah momentum yang
berlangsung begitu singkat. Adakah hakim di suatu pengadilan memutuskan suatu
kasus pembunuhan hanya beberapa detik setelah tragedi pembunuhan itu terjadi?
Sekali lagi sepakbola bukanlah pengadilan, dimana wasit berperan sebagai hakim
tinggi. Pernah suatu ketika, penyerang Liverpool luis suarez benar-benar
terjatuh terlanggar, namun wasit malah memberinya kartu kuning dengan asumsi
bahwa suarez sedang “diving” mengingat suarez dinilai kerap melakukan “diving”.
Ternyata wasit juga bisa jadi korban opini media!
Lalu mengapa “diving” dianggap penulis menjadi salah satu
“bumbu penyedap” dalam pertandingan sepakbola? Jawabannya sederhana, seperti
yang sudah-sudah. Gaung sepakbola semakin cetar membahana dan kian riuh gemuruh
manakala sebuah kompotisi berjalan diiringi oleh kontroversi. Tak terhitung
sudah berapa banyak insiden bersejarah yang selamanya akan tetap menjadi
kontroversi, gol tangan tuhan Diego Maradona dan tandukan Zinadine Zidane yang
mendarat di dada Marco Materazzi adalah dua insiden paling di ingat oleh
seluruh penikmat sepakbola. Ada semacam anggapan bila sepakbola tanpa
kontroversi ibarat “sayur tanpa garam”, di sana peran media turut andil dalam
memperkeruh suasana.
Penulis sama sekali tidak beranggapan bahwa “diving”
merupakan tindakan yang wajar dilakukan dalam sepakbola. Penulis sekali lagi
hanya ingin melihat fenomena ini dari sudut yang berbeda. Sepakbola telah
berubah dari waktu ke waktu, muncul hal-hal baru yang pada akhirnya turut
mewarnai perjalanan sejarah sepakbola. Kita sebagai penikmat sepakbola akan
senantiasa terhibur oleh semua yang tersaji di sana. Kadang itu membuat kita
kesal dan marah, namun itu tak membuat kita berhenti menonton siaran langsung
di tengah malam, sebab sepakbola telah menjadi bagian hidup kita.
________________________________________________________________________________