Selasa, 21 Januari 2014

Analis Sepakbola




Preview laga big match “Manchester City vs Barcelona”

             Demam liga champion akan kembali menggeru para penikmat sepakbola seantero jagat. Tepat pada 19 Februari 2014 dini hari WIB, salah satu laga besar akan tersuguhkan disana. Adalah Etihad stadium yang akan menjadi arena paling bingar oleh tingginya atensi yang tersedot di sana. Duel hebat yang mempertemukan Manchester City dengan Barcelona terasa terlalu dini tercipta, bagaimana tidak? Ini adalah laga yang sepatutnya tersaji di partai puncak pesta turnamen liga champion yang menjadi ajang tim-tim terbaik eropa tempat bersaing untuk membuktikan diri sebagai yang terkuat di benua biru. Barcelona telah menghegemoni eropa dengan permainan indah serta rengkuhan berbagai trofi dalam rentetan tahun belakangan ini, sementara Manchester City adalah kekuatan baru yang siapa pun akan sepakat untuk menyebut mereka sebagai the new monster bila menilik materi pemain yang mereka miliki, serta gaya bermain yang selama ini mereka tontonkan. Terlalu prematur memang, mengingat partai tersebut baru fase perdelapan final. Akan tetapi partai-partai semacam ini bukan pertama kali terjadi, bahkan sudah menjadi kejutan tahunan yang mana dua klub elit sudah saling gebuk jauh hari sebelum turnamen mencapai puncak.
            Bagi City, ini adalah langkah bersejarah, mengingat mereka sama sekali tidak memiliki reputasi yang mentereng di pentas sepak bola eropa sekelas liga champion. Kendatipun selama beberapa tahun belakangan mereka telah menjelma dari klub semenjana menjadi raksasa di tanah inggris, akan tetapi mereka dua kali gagal lolos dari kualifikasi grup di dua musim sebelumnya. Pencopotan pelatih Roberto Mancini dan digantikan oleh Manuel Pallegrini ternyata memberi dampak nyata, City berangsur-angsur semakin kuat, solid dan yang paling menonjol adalah gaya permainan meraka yang semakin ofensif dan impresif dengan koleksi gol  paling produktif di antara semua klub premier league. Perjumpaan mereka dengan el barca akan menjadi rintangan sekaligus tantangan bagi mereka yang selama ini digadang-gadang akan menjadi kekuatan yang paling dominan di inggris. Sementara bagi Barcelona, city bisa menjadi aral bahkan batu sandungan bilamana mereka tak memperhitungkan potensi besar yang tersembunyi di balik nama-nama besar seperti Sergio Aguero, David Silva, Negredo, Jesus Navas, Yaya Toure dan lainnya. Bicara reputasi? Untuk saat ini barca tidak ada duanya, mereka telah menorehkan tinta emas dengan pencapaian-pencapaian sensasional. Dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun terakhir, pasukan Catalan telah menggapai supremasi tertinggi di persepakbolaan eropa, penilaian itu bukan semata dari banyaknya trofi yang berhasil mereka rengkuh, melainkan juga cara mereka melakukan itu semua. Selama ini Barcelona telah menjadi kiblat sekaligus parameter bagi seluruh klub eropa dan dunia, sebuah role models paling ideal bagi kesebelasan manapun yang hendak memainkan sepakbola. Dunia dibuat tertegun sekaligus kagum dengan pola permainan khas umpan-umpan pendek serta pergerakan kolektif yang terintegrasi dengan rapi. Penunjukkan Gerardo Martino menggantikan Tito Vilanova terbukti tak mengubah pola baku yang selama ini menjadi skema dasar dan landasan permainan Xavi Hernandez dkk. Barca masih tetap seperti barca tahun-tahun sebelumnya, tidak banyak yang bergeser, identitas mereka yang akrab kita jumpai lewat aksi-aksi akrobatik tetap melekat di tengah-tengah permainan mereka. Skill individu yang kerap membuat lawan kelimpungan masih tetap menjadi mata pisau yang selalu bisa melukai lawan-lawan mereka.
             Laga Manchester City versus Barcelona bukan ajang bagi siapapun untuk membuktikan siapa yang terbesar di eropa, lantaran barca sudah membuktikan diri, sementara city baru memulai. Namun apa pun itu, liga champion bukanlah turnamen bergilir, liga champion adalah arena tempat dimana semua klub eropa berjuang dan mempertaruhkan segala yang mereka miliki demi sebuah gengsi, tanpa peduli sudah berapa kali mereka atau lawan mereka menjadi jawara di turnamen tersebut. Dari sinilah atmosfer panas akan ketatnya kompetisi ini muncul dan selalu menyertai perjalanan turnamen ini dari tahun ke tahun.
             Secara teknis kedua kubu relatif seimbang, sama-sama memiliki kedalaman skuad. City punya pemain-pemain yang dapat menjadi pembeda, pun dengan Barca. Kemungkinan absennya Samir Nasri di pihak City serta Neymar di pihak Barca yang dihantam cedera tak menyurutkan daya gempur kedua tim. Aguero, Silva, Negredo serta Jenus Navas akan menjadi mesin serangan city, di tengah terdapat duet kuat antara Toure dan Fernandinho yang saling melengkapi
, baik dalam menyuplai bola dan menumpu serangan, maupun dalam melapisi pertahanan. Di jantung pertahanan, Vincent Kompany akan menjadi komando sekaligus palang pintu berduet dengan Demichelis atau Joleon Lescott. Sedangkan di kubu barca masih seperti biasa, hampir seluruh pemain yang mereka miliki adalah individu-individu dengan kemapuan hebat. Cederanya Neymar tak menggerus kekuatan anak-anak catalan. Alexis sanchez, Pedro, Fabregas, Iniesta, dan tentu saja Messi akan memperagakan kebiasaan-kebiasaan mereka selama ini sebagai barisan penggedor tembok pertahanan lawan. Barcelona masih mempercayakan peran dirigen permaian pada sosok Xavi, juga gelandang perisai yang alot ditembus di sektor tengah serta lihai mengakomodasi serangan, yaitu Sergio busquets. Di lini belakang Gerard pique yang berduet dengan bek belia Marc Bartra siap menangkis gempuran serangan lawan.
             Ini adalah duel level atas yang lebih mengedepankan aspek taktik. meski kedua tim praktis belum pernah bertemu dalam turnamen resmi, namun itu bukan berarti kedua tim tidak saling mengenali masing-masing kekuatan. Barcelona akan datang ke Etihad dengan kekuatan penuh, menyuguhkan permainan menyerang dengan kolektifitas serta determinasi tinggi yang menjadi karakter mereka. Sektor tengah yang dihuni Xavi, Busquets dan Iniesta akan berusaha mendominasi bola, lalu mengintimidasi lawan dengan umpan-umpan menusuk ke jantung pertahanan lawan. Namun kali ini mereka tidak akan dapat secara leluasa mengontrol penguasaan bola sekaligus mengendalikan tempo permainan, sebab City memiliki dua gelandang tangguh, yaitu Yaya Toure dan Fernandinho yang memiliki kemampuan merusak sentral permainan pasukan catalan. Ini akan menjadi laga spesial bagi Yaya Toure, ia akan bereuni dengan mantan kolega-koleganya. Toure sempat beberapa musim membela klub Catalan tersebut dan turut sukses bersama mereka. Sektor tengah akan menjadi zona vital bagi kedua tim untuk bukan saja mendominasi permainan dan mengalirkan bola, melainkan juga penting bagi meredam setiap gempuran serangan lawan, sehingga ada keharusan bagi City maupun Barcelona untuk menguasai sektor ini. Apabila City sanggup lebih banyak menduduki lini tengah, maka mereka akan lebih bisa mengoptimalkan daya serang mereka yang selama ini bertumpu pada diri David silva. Absennya Nasri tentu sedikit mengurangi kreativitas, mengingat selama ini gelandang prancis tersebut telah menjadi nafas serangan tim biru langit diberbagai pertandingan. Namun City masih punya Jesus navas, tipikal gelandang peluncur yang rajin menyisir sisi tepi lapangan dan cepat menyusup masuk lalu merobek jantung pertahanan lawan dari sisi kanan. Belum lagi comeback-nya Sergio Aguero pasca cedera yang bisa menghadirkan kemelut di depan gawang lawan jika Barcelona memberi sedikit saja ruang kepada pemain ini. Manuel Pallegrini kemungkinan akan menurunkan Alvaro Negredo untuk bertandem bersama Aguero, dan sejauh ini duet kedua pemain tersebut membuahkan hasil bagus dengan torehan banyak gol di semua kompotisi. Di sisi lain bilamana Barcelona berhasil mengontrol lini tengahmaka apa yang terjadi akan seperti yang jutaan orang saksikan selama ini. Mereka akan mengurung lawan, membuat lawan tertekan, mengintimidasi para bek lawan dengan manuver-manuver berbahaya hingga akhirnya lawan membuat kesalahan dan mengukum mereka. Ciri khas Barcelona adalah mendominasi bola, lalu mengembangkan permainan dengan pola pagar berjalan ke depan mendekati area pertahanan lawan. Mereka terbiasa melakukan itu, para gelandang diberi keleluasaan dalam menentukan rencana, mereka dilengkapi oleh dua win back yang memiliki etos tinggi mendaki kedua sisi tepi lapangan guna mendongkrak laju gerak para penyerang. Dani alves serta Jordi alba kerap membuat frustasi lawan dengan cara menyusup masuk dari lapis terluar garis pertahanan lawan. Umpan-umpan pendek yang diperagakan anak-anak catalan tak hanya menjadi bumbu penyedap akan indahnya aksi-aksi brilian el barca, namun lebih berfungsi sebagai stabilisator yang amat berperan dalam menata, menjaga dan mempertahankan posisi, penguasaan bola dan meredam pergerakan pemain-pemain lawan. Ini belum cukup, mengingat mereka masih memiliki senjata mematikan bernama Lionel Messi, sosok fenomenal yang telah membukukan banyak rekor bersejarah. Tatkala Xavi, iniesta serta busquets merajai zona central lini tengah, maka Messi akan dimanjakan dengan umpan2 akurat yang membuat lawan harus berjuang hidup mati mengamankan gawang. Manchester City berkewajiban untuk menjaga konsentrasi selama 2 X 45 menit, bila tidak maka mereka akan menderita, sebab Barca terbukti tetap garang meski mereka tanpa Messi.
               Terlepas hasil akhir yang akan dicapai kedua tim, ini adalah sebuah laga besar dengan intensitas tinggi, menyita animo para penikmat sepakbola di seluruh dunia. Para penggila sepakbola akan disuguhkan suatu sirkus seni olahraga, dimanjakan oleh aksi-aksi berskill menawan dan dibuat tegang terpaku oleh sengitnya duel adu kekuatan kedua tim. Sebuah laga yang begitu dinantikan.



________________________________________________________________________________








Apakah “diving” merupakan bumbu penyedap sepakbola, atau kanker dalam sepakbola?

Secara terminologi, istilah “diving” berasal dari kata “dive” (English yang berarti menyelam). Istilah ini mengemuka sebagai bentuk konotasi terhadap maraknya tindakan berpura-pura yang dilakukan oleh para pemain selama pertandingan berlangsung. Ya, tindakan menjatuhkan diri dengan tujuan memperoleh kompensasi dari pihak wasit itulah istilah “diving” menyeruak. Sebuah fenomena yang bisa dibilang baru dalam sepakbola modern. Diving adalah tindakan rekayasa dengan memanipulasi suatu insiden supaya memperoleh keuntungan dan menjadikan tim lawan sebagai pihak yang dirugikan. Suatu cara yang konon dianggap licik untuk meraih keuntungan bahkan keuntungan yang berujung dengan kemenangan. Hingga kini polemik perihal “diving” masih kerap menghiasi serangkaian pertandingan yang memicu kontroversi.
Benarkah aksi diving adalah trik licik? Fakta menunjukkan bahwa tidak ada satu pun tim sepakbola yang tak memiliki pemain yang tak pernah berusaha melalukan intrik tersebut. Mulai dari yang paling kasar, menjatuhkan diri secara bodoh hingga yang paling halus, berupa usaha mendramatisir situasi. Mulai yang paling umum dengan cara menjatuhkan diri di kotak penalti dengan harapan mendapatkan tendangan penalti sampai yang paling ekstrem, pura-pura sakit parah sehingga punya kesempatan mengulur-ulur waktu ketika timnya dalam keadaan unggul. Lalu mengapa mereka pihak-pihak klub dan federasi sepakbola nasional bersikap begitu naïf? Dengan selalu mengumpat ketika klub atau timnas mereka merasa dirugikan oleh aksi diving yang berujung pada kekalahan. Mulai dari pelatih, direktur hingga petinggi klub dan pengurus federasi menuding oknum yang disinyalir sebagai diver. Mungkin meraka tidak berkaca, bahwa di intern timnya ada beberapa pemain yang juga pernah melalukan hal serupa, tak paduli dimana dan dalam kompotisi level apa. Sikap naïf ini tak hanya diperlihatkan oleh para profesional, melainkan juga para suporter hingga fans. Manakala timnya dirugikan secara dramatis oleh pelanggaran yang sengaja dimanipulasi, mereka mencaci maki tim lawan dan menghujat habis-habisan wasit yang memimpin pertandingan. Akan tetapi di waktu tim kesayangannya diuntungkan oleh insiden serupa, mereka membuang ingatan seolah tak pernah terjadi apa-apa.
Apakah penulis menganggap aksi “diving” sebagai sesuatu yang lumrah? Dari ulasan sederhana di atas dapat ditarik sebuah hipotesa, bahwasannya tindakan “diving” adalah sebuah fenomena dalam sepakbola yang secara umum telah mendarah daging dalam olahraga ini. Hanya saja secara subyektif belum dapat diterima sebagai bagian dari sepakbola. Mulai dari pemain dengan dengan kemampuan pas-pasan hingga mega bintang, hampir semuanya pernah berupaya melakukan tindakan “diving”.
Bukankah “diving” mencederai sportifitas? Betul! Secara moral ini adalah penyakit yang telah cukup lama menggerogoti keadilan dalam pertandingan, sekaligus merusak nilai-nilai keolahragaan. Apapun alasannya tindakan tipu muslihat tak dapat diterapkan disemua cabang olah raga. Apakah kanker bernama “diving” ini dapat diberantas? Dengan kata lain apakah kita pantas berharap akan datangnya sebuah era dimana sepakbola benar-benar terbebas dari insiden yang dimanipulasi ini? Kalau dapat lantas siapa yang layak memegang kewenangan sebagai eksekutor pemberantasan segala bentuk tindakan “diving”? ingat! Sesama koruptor tak akan membuat paraturan yang justru menjatuhkan pihak koruptor. Jadi jangan berharap pada pemain, pelatih, atau direktur klub akan dapat melenyapkan penyakit ini! Bagaimana dengan komite wasit atau komite disiplin? Perlu dicatat! Bahwa sepakbola bukanlah pengadilan, dimana oknum dinyatakan bersalah atau tidak dapat ditentukan oleh saksi serta bukti. Para penegak hukum memiliki durasi waktu tertentu untuk mencari dan mengusut suatu kasus. Bagaimana dengan wasit? Apakah wasit harus berlari dari tengah lapangan ke tepi garis tempat offisial pertandingan bertugas untuk melihat tayangan ulang untuk memperoleh kepastian mengenai momen yang baru saja terjadi di lapangan? Dan sesudah itu baru mengambil suatu keputusan? Semua insiden dalam permainan sepakbola bersifat momentum dan respon pengadil dalam hal ini wasit bersifat spontan. Bukan berarti penulis menganggap wasit hanya reaktor dan impuls yang mengambil keputusan tanpa bukti memadahi, akan tetapi fakta tak terbantahkan bahwasannya wasit adalah manusia yang secara subyektif kerap keliru bahkan menyimpang dari fakta yang sesungguhnya. Acapkali kita menyaksikan kelalaian wasit dan hakim garis dalam memutuskan apakah pemain dalam posisi offside/onside. Dan momentum semacam itu tak dapat dianulir. Sampai disini dapat diambil suatu konklusi, bahwa apapun keputusan wasit terlepas benar atau salah, sangat mempengaruhi jalannya pertandingan. Interpretasi wasit tidaklah obyektif mengingat terbatasnya indera penglihatan dan tak selalu sempurnanya posisi wasit disaat sebuah insiden terjadi. Wasit juga manusia!
Sekilas dari penjabaran di atas, kita sudah memperoleh gambaran mengenai interpretasi sang pengadil yang subyektif, ini juga berlaku sama dalam menyikapi sebuah insiden yang berbau “diving”. Tidak ada parameter baku yang dijadikan acuan bagi wasit untuk menentukan “diving atau tidaknya” suatu insiden. Semua keputusan yang diambil wasit didasarkan pada pengamatan serta pertimbangan logika wasit yang bersifat subyektif, parahnya di saat yang sama, wasit dituntut untuk segera mengambil keputusan di tengah momentum yang berlangsung begitu singkat. Adakah hakim di suatu pengadilan memutuskan suatu kasus pembunuhan hanya beberapa detik setelah tragedi pembunuhan itu terjadi? Sekali lagi sepakbola bukanlah pengadilan, dimana wasit berperan sebagai hakim tinggi. Pernah suatu ketika, penyerang Liverpool luis suarez benar-benar terjatuh terlanggar, namun wasit malah memberinya kartu kuning dengan asumsi bahwa suarez sedang “diving” mengingat suarez dinilai kerap melakukan “diving”. Ternyata wasit juga bisa jadi korban opini media!
Lalu mengapa “diving” dianggap penulis menjadi salah satu “bumbu penyedap” dalam pertandingan sepakbola? Jawabannya sederhana, seperti yang sudah-sudah. Gaung sepakbola semakin cetar membahana dan kian riuh gemuruh manakala sebuah kompotisi berjalan diiringi oleh kontroversi. Tak terhitung sudah berapa banyak insiden bersejarah yang selamanya akan tetap menjadi kontroversi, gol tangan tuhan Diego Maradona dan tandukan Zinadine Zidane yang mendarat di dada Marco Materazzi adalah dua insiden paling di ingat oleh seluruh penikmat sepakbola. Ada semacam anggapan bila sepakbola tanpa kontroversi ibarat “sayur tanpa garam”, di sana peran media turut andil dalam memperkeruh suasana.
Penulis sama sekali tidak beranggapan bahwa “diving” merupakan tindakan yang wajar dilakukan dalam sepakbola. Penulis sekali lagi hanya ingin melihat fenomena ini dari sudut yang berbeda. Sepakbola telah berubah dari waktu ke waktu, muncul hal-hal baru yang pada akhirnya turut mewarnai perjalanan sejarah sepakbola. Kita sebagai penikmat sepakbola akan senantiasa terhibur oleh semua yang tersaji di sana. Kadang itu membuat kita kesal dan marah, namun itu tak membuat kita berhenti menonton siaran langsung di tengah malam, sebab sepakbola telah menjadi bagian hidup kita.


________________________________________________________________________________